Friday, 24 August 2012

Kami Perlu Kamu untuk Menjadi Kita


Kami Perlu Kamu untuk Menjadi Kita

Keberadaan Spesialisasi Anti Korupsi (SPEAK) STAN ibarat oase di tengah padang pasir. Di tengah gencarnya kaitan antara beberapa alumnus almamater STAN dengan kasus tindak pidana korupsi, SPEAK STAN seolah menjadi penyegar yang menandakan bahwa anak STAN tidak pernah diajarkan untuk korupsi. Salah satu elemen kampus ini seolah meneriakkan bahwa sebenarnya malah ada gerakan perlawanan terhadap segala bentuk korupsi di kampus ini.

Ketika saya masuk STAN, saat itu sedang ramai orang membicarakan kasus Gayus. Sialnya, salah satu yang disorot karena kasus ini adalah kampus STAN sebagai tempat Gayus pernah menimba ilmu sehingga dapat menjadi seorang pegawai pajak. Media seolah-olah melabeli kampus ini sebagai kampus pencetak koruptor. Ketika itu, saya (dan juga kebanyakan mahasiswa STAN lainnya) selalu dikait-kaitkan dengan Gayus, disebut adik kelas Gayus, calon penerus Gayus, jangan jadi Gayus, dan lain-lain oleh keluarga, kerabat, ataupun kenalan. Walaupun mungkin maksudnya bergurau, hal ini tentunya sedikit membuat sebagian dari kami merasa tidak enak, kesal, jengah, karena dikait-kaitkan dengan koruptor. Keberadaan SPEAK yang baru saya ketahui setelah diterima di STAN, sedikit memberikan semacam perlawanan terhadap semua tudingan negatif yang ditujukan ke kampus ini. Adanya komunitas anti korupsi di kampus ini seolah ingin membuktikan bahwa semua tudingan negatif tadi salah, bahwa anak STAN tidak pernah diajari untuk korupsi, tetapi malah memiliki suatu gerakan melawan korupsi itu sendiri.

Keberadaan SPEAK STAN pada kenyataannya tidak melulu menjadi kebanggaan bagi warga STAN. Saya masih melihat, mendengar, merasakan selentingan-selentingan miring, skeptis terhadap komunitas anti korupsi ini. Bahkan dulu saya termasuk ke dalam golongan orang-orang yang meragukan komunitas ini. Acara SPEAK yang pertama diadakan saat saya tingkat 1, saya ikuti dengan antusias. Namun, setelah beberapa lama berinteraksi di kampus, saya mulai skeptis dengan SPEAK. Saya merasa SPEAK hanya dijadikan tameng dari segala tuduhan berbau korupsi di atas, SPEAK hanya bisa sepik. Saya tidak merasakan efek dari adanya SPEAK di kampus ini. Bahkan setelah bergabung dengan SPEAK, saya masih merasa SPEAK belumlah sebagaimana SPEAK yang seharusnya. SPEAK masih belum maksimal.

Lantas mengapa saya bergabung dengan SPEAK? Hal ini yang ingin saya sampaikan kepada kamu yang belum bergabung, belum selaras pikirannya dengan kami dalam menumbuhkan semangat anti korupsi. Apakah saya dulu yang skeptis terhadap SPEAK lebih baik daripada anggota SPEAK? Tidak. Mereka berjuang, mencoba mengobarkan semangat anti korupsi, sementara saya hanya mencibir dan mengkritisi dari belakang. Padahal apa yang mereka perjuangkan merupakan sesuatu yang baik, tetapi biasanya yang skeptis ini malah suuzon duluan. Bagaimana korupsi bisa hilang jika masih ada negative thinking terhadap penggiat anti korupsi? Allah bagaimana persangkaan hambanya, sob. Selain itu, orang yang berkoar-koar meneriakkan anti korupsi juga sudah diancam oleh ayat Allah, yang disampaikan oleh tulisan Ruli Firmansyah ( http://speakstan-speakarts.blogspot.com/2012/08/67-tahun-harus-tambah-berintegritas-donk.html ). Bahkan, terkadang saya skeptis terhadap orang yang skeptis, karena jika menggunakan definisi korupsi yang luas saya yakin 90% lebih orang di Indonesia pernah korupsi. Jadi, daripada saling men-skeptis-kan satu sama lain yang tak akan ada habisnya, lebih baik kita bahu-membahu melawan korupsi. Jika semua orang melawan korupsi, maka korupsi akan hilang.

SPEAK bukannya anti kritik. SPEAK butuh kritik yang membangun, yang disampaikan, bukan sejenis kritik #nomention. Seperti yang saya utarakan di atas, SPEAK belumlah maksimal. Kami butuh dukungan kamu, dorongan kamu, yang mungkin saat ini masih apatis, yang mungkin saat ini masih skeptis, untuk bersama-sama menebarkan semangat anti korupsi. Kami perlu kamu untuk menjadi kita, karena sesungguhnya yang bisa mengalahkan korupsi bukanlah kami, tetapi kita.

Salam,
Muhammad Ramdhan Ibadi

No comments:

Post a Comment